Mendagri Tjahjo Kumolo. (Ricardo/JPNN)
JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Rabu (11/3) menyelesaikan evaluasi terhadap RAPBD yang diusulkan oleh Pemprov DKI Jakarta. Kemendagri menemukan banyak ketidakberesan dalam anggaran yang dibuat berdasar e-budgeting tersebut. Karena itu, RAPBD tersebut dikembalikan untuk diperbaiki pemprov bersama DPRD sepekan ke depan.
Berdasar hasil evaluasi, Kemendagri menemukan banyak kelemahan dalam RAPBD itu. Salah satu yang terpenting, anggaran tersebut dinilai tak berpihak kepada rakyat. Salah satu indikasinya, alokasi belanja pegawai lebih besar jika dibandingkan dengan belanja publik.
Mendagri Tjahjo Kumolo mencontohkan, alokasi belanja pegawai mencapai Rp 19,2 triliun atau lebih dari 26 persen total APBD. Belanja pegawai tersebut digunakan untuk membayar gaji pokok, tunjangan jabatan, tunjangan kinerja daerah (TKD) statis, dan TKD dinamis bagi sekitar 7 ribu PNS di DKI Jakarta. Alokasi belanja yang fantastis tersebut jauh lebih besar ketimbang alokasi untuk penanggulangan banjir sebesar Rp 5,3 triliun. ’’Itu tidak wajar dan tidak rasional,’’ tuturnya.
Saat anggaran gaji PNS naik, persentase alokasi dana untuk pendidikan justru menurun. Anggaran pendidikan di RAPBD DKI Jakarta tahun ini mencapai Rp 14,5 triliun atau sekitar 21,62 persen. Angka tersebut lebih kecil bila dibandingkan tahun lalu yang mencapai 25,31 persen.
Lalu, Kemendagri meminta agar Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengurangi anggaran jasa kantor, pemeliharaan gedung, perawatan kendaraan bermotor, dan sewa kendaraan bermotor yang mencapai Rp 16 triliun. Selain itu, Kemendagri menyoroti anggaran belanja barang dan jasa yang dinilai terlalu besar. Misalnya, belanja jasa kantor (Rp 4,2 triliun), bahan habis pakai (Rp 2 triliun), makanan dan minuman (Rp 863,99 miliar), serta pemeliharaan (Rp 3,78 triliun).
Begitu pula belanja tidak urgen. Misalnya, perjalanan dinas luar negeri, kunjungan kerja, rapat kerja, dan sosialisasi. ’’Prinsipnya, boleh, tapi harus dikurangi,’’ tegas Tjahjo.
Dalam evaluasi, Kemendagri juga memasukkan keberatan dari DPRD DKI Jakarta yang menyatakan bahwa raperda tentang APBD tidak dibahas bersama DPRD. Karena itu, tambah Tjahjo, pihaknya menyarankan gubernur dan DPRD membahas RAPBD bersama-sama dalam tujuh hari ke depan. Bila sampai 18 Maret tidak ada penyelesaian, Kemendagri akan mengambil alih penetapan APBD. ’’Sekiranya deadlock, itulah yang menjadi dasar Mendagri memberlakukan pagu tahun anggaran sebelumnya (2014),’’ terangnya.
Sebelumnya, Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah mengatakan, pihaknya sudah menyempurnakan RAPBD 2015. Penyempurnaan dilakukan setelah Kemendagri memberikan catatan awal terhadap RAPBD yang mereka kirim.
Menurut Saefullah, yang menjadi catatan Kemendagri adalah nomor rekening di beberapa program yang belum lengkap, lampiran KUA-PPAS, rekomendasi hibah, dan keberpihakan program untuk pelayanan warga. ’’Semua sudah kita selesaikan, tinggal tunggu respons dari Kemendagri,’’ kata dia beberapa hari lalu.
Menurut mantan wali kota Jakarta Pusat tersebut, program yang dimasukkan dalam RAPBD 2015 adalah rekomendasi dari beberapa komisi di DPRD dalam rapat kerja satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dengan dewan.
Namun, dia mengakui, usul dewan yang dimasukkan tidak sampai pada satuan ketiga (teknis). Artinya, ada beberapa program usul DPRD yang tidak dimasukkan dalam RAPBD. Meski tidak memasukkan usul DPRD, Saefullah mengklaim APBD yang diusulkan ke Kemendagri merupakan keputusan bersama. ”Pokoknya, koreksi dari Kemendagri sebelumnya hanya persoalan teknis sehingga mudah kami sempurnakan,” katanya