PACU SISWA: Siswa SMAN 1 Surabaya mengikuti tryout CBT di sekolahnya. Sebelum unas, akan diadakan tryout untuk terakhir kalinya. (Guslan Gumilang/Jawa Pos)
SURABAYA – Hasil ujian nasional (unas) memang tidak lagi jadi penentu kelulusan. Meski begitu, semua sepakat bahwa unas tetap hal yang penting. Dengan begitu, siswa tidak boleh meremehkan unas. Karena itu, Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya bersama Dewan Pendidikan Surabaya dan DPRD Kota Surabaya mengumpulkan kepala sekolah se-Surabaya di Aula SMKN 6 Senin (23/3).
Kepala Dispendik Surabaya Ikhsan menegaskan, sekolah harus tetap mengarahkan siswanya untuk jujur dalam mengerjakan soal unas. Sebab, mulai tahun ini banyak faktor yang membuat siswa bisa meremehkan unas. Pertama, unas tidak lagi menjadi penentu kelulusan. Kedua, pelaksanaan unas nanti tidak melibatkan polisi dan pengawas dari perguruan tinggi negeri (PTN).
’’Kalau ada yang ketahuan curang, akan diberi sanksi sesuai dalam prosedur standar operasi (PSO),’’ paparnya.
Dalam PSO tertulis ada tiga pelanggaran. Yaitu, pelanggaran ringan, sedang, dan berat. Contoh pelanggaran ringan adalah meminjamkan alat tulis ke temannya. Pelanggaran berat adalah membawa sontekan ke dalam ruangan atau bekerja sama dengan sesama peserta unas.
’’Kalau siswa ketahuan melakukan pelanggaran berat, akan dikeluarkan dari kelas dan dinyatakan tidak lulus unas. Itu sudah sesuai dengan PSO,’’ ucap Ikhsan.
Apalagi, tahun ini kelulusan murni ditentukan sekolah. Ikhsan berharap sekolah tidak menodai kepercayaan tersebut dengan melakukan hal yang tidak terpuji. Sayangnya, dispendik belum mempunyai langkah untuk mengantisipasi kecurangan yang dilakukan sekolah. Khususnya sekolah yang menggunakan paper based test (PBT). ’’Saya percaya bahwa sekolah akan berbuat jujur,’’ katanya.
Menurut Ikhsan, pengawasan tanpa polisi dan perwakilan PTN tidak berarti menjadi longgar. Metode silang dalam subrayon tetap bisa dipercayai. Selain itu, dispendik akan menerjunkan tim pengawas sekolah pada pelaksanaan unas.
Wakil Ketua DPRD Surabaya Masduki Thoha menambahkan, dunia pendidikan menjadi salah satu hal penting. Karena itu, dia meminta sekolah agar membimbing siswanya untuk berlaku jujur. Jika nilai unasnya jelek, bisa diulang tahun depan. Kini ada kesempatan perbaikan nilai unas.
’’Mending nilainya jelek daripada curang. Kita gunakan unas sebagai sarana pembelajaran moral siswa,’’ jelas politikus dari Fraksi PKB tersebut.
Masduki juga berharap dispendik memiliki kontrol lebih untuk memonitor unas. Jangan sampai kejadian tahun lalu seperti di SMAN 12, yaitu saat para guru dan pengawas kecolongan siswanya membeli bocoran jawaban dari joki gosok, kembali terulang. ’’Kalau terjadi lagi, harus diinvestigasi murni siswanya yang membeli bocoran atau jangan-jangan sudah disetir sekolah,’’ ungkapnya.
Kepala Bidang Pendidikan Menengah dan Kejuruan Dispendik Surabaya Sudarminto meminta kepala sekolah untuk benar-benar teliti dengan gelagat para siswanya. Baik sekolah yang melaksanakan unas CBT atau PBT. ’’Pengalaman saya menjadi kepala sekolah di SMA negeri, saat pelaksanaan unas bisa mengamati perilaku siswa,’’ papar mantan kepala SMAN 7 dan SMAN 16 tersebut.
Jika ada yang mencurigakan, kepala sekolah harus menindak tegas siswanya, tidak melindunginya. Namun, Sudarminto percaya dengan para siswa. ’’Saya yakin masyarakat yang curiga akan kecurangan unas itu hanya minoritas. Sebagian besar tetap percaya,’’ ungkapnya.
Kepala SMK Rajasa Yudin Bayo Sili menambahkan, masyarakat harus percaya bahwa sekolah tidak pernah mengajak siswa untuk curang. Sebab, selama ini banyak informasi yang menyudutkan sekolah. ’’Seperti dikambinghitamkan. Padahal, kalau ada kecurangan, kami juga heran para siswa dapat dari mana,’’ katanya.
Yudin tidak tahu apakah sekolah lain juga seperti sekolahnya yang tidak mengajarkan kecurangan. ’’Saya sudah beri tahu para siswa kalau ada kecurangan, sanksinya bisa tidak diluluskan,’’ tegasnya. (ina/c15/ai)