LEVEL ATAS: Hendra Setiawan (kanan) dan Mohammad Ahsan di Pelatnas Cipayung, Jakarta Timur (20/2). (Edi Ismail/Jawa Pos)
BERADA di pelatnas bulu tangkis yang terpusat di Cipayung, Jakarta Timur, sejak 2001, Hendra Setiawan benar-benar merasakan perbedaan sistem kontrak dengan sponsor antara era sampai 2012 hingga di kurun tiga tahun belakangan. Partner Mohammad Ahsan di ganda putra itu menganggap kontrak individu yang berlaku sekarang lebih fair.
’’Sebab, pemain bisa memilih sponsor yang dikehendaki. Prosesnya juga tidak membingungkan karena sudah tertata,’’ kata peraih emas ganda putra Olimpiade 2008 saat berduet dengan Markis Kido tersebut.
Bukan cuma Hendra yang lebih menyukai sistem kontrak baru ketimbang sistem kontrak kolektif yang diberlakukan sebelumnya. Persisnya sejak PP PBSI dipimpin Try Sutrisno (1984–1992) hingga ketika di bawah kendali Djoko Susilo (2008–2012). Senada dengan Hendra, pemain ganda campuran andalan Indonesia, Tontowi Ahmad, menyebut sistem baru yang diterapkan sejak era kepemimpinan Gita Wirjawan tersebut lebih memacu dirinya dan rekan-rekan untuk berprestasi.
’’Siapa yang mau kontraknya tinggi, otomatis prestasinya harus bagus. Kanjelas, kalau mainnya bagus, prestasi bagus. Sponsor juga pasti mengerti,’’ ucap Owi, sapaan akrab Tontowi.
Memang itulah tujuan perombakan sistem kontrak pemain yang dilakukan PBSI sejak Gita ditunjuk sebagai nakhoda tiga tahun lalu: mengedepankanfairness atau keadilan dan memacu prestasi.
Hasilnya memang terlihat. Dalam tiga tahun terakhir, prestasi bulu tangkis Indonesia perlahan bangkit. Pasangan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir mencetak hat-trick di All England. Dari Kejuaraan Dunia 2013 di Guangzhou, Indonesia juga memboyong dua gelar. Sementara itu, di Asian Games tahun lalu, bulu tangkis menyelamatkan wajah Merah Putih dengan menyumbangkan dua emas.
Di sistem yang baru ini, setiap pemain terikat dengan satu produk dalam waktu tertentu (selengkapnya lihat grafis). Selain mendapat dana, pemain tersebut memperoleh pasokan peralatan tanding dan apparel. Plus tambahan bonus jika memenangi satu turnamen.
Di model yang lama, PP PBSI mengikat kontrak dengan Yonex tanpa melibatkan pemain dalam negosiasi. Dengan sistem tersebut, sponsor memberikan dana kepada induk organisasi bulu tangkis tanpa memerinci berapa yang diterima setiap individu.
Buntutnya, banyak pemain, terutama yang prestasinya menjulang, yang merasa kurang diberlakukan secara fair. Setiap pemain merasa pencapaian prestasi mereka tak berbanding lurus dengan besaran uang yang didapat.
Kabid Pemasaran dan Sponsorship PP PBSI Yoppy Rosimin menjelaskan, sebelum diterapkan PBSI, program kontrak individu dilakukan di PB Djarum Kudus lebih dahulu pada 2009.
Saat itu pemain PB Djarum ditawarkan untuk di-branding oleh produk tertentu. Dalam proses bidding sponsor itu, Flypower tampil sebagai pemenang. Di PB Djarum, pemain senior sudah langsung mendapat kontrak individu. Untuk pemain muda, hak pengelolaan keuangan diberikan kepada klub.
’’Proses bidding di PB Djarum ini hasil diskusi saya, Fung (Fung Permadi, manajer PB Djarum, Red), dan Pak Victor (Victor Hartono, presiden Direktur Djarum Foundation, Red). Kami lihat sistem kontrak pemain basket dan sepak bola, kemudian dipermudah agar sesuai di bulu tangkis,’’ kata Yoppy.
Value atau harga seorang pemain ditentukan beberapa hal. Mulai ranking di BWF, usia pemain saat ini, catatan prestasi dalam dua tahun belakangan, riwayat cedera, dan penampilan si atlet. Dalam beberapa kasus, produk membutuhkan atlet yang tampan atau cantik untuk dijadikan brand ambassador mereka.
Yoppy mengatakan, untuk bisa mendapatkan seorang pemain, produk melakukan bidding. PP PBSI membantu menyusun kategorisasi pemain pelatnas. Yakni, level elite A (masuk ranking top ten di setiap kategori), elite B (ranking ke-11–20), dan challenger (ranking ke-21 ke bawah).
Durasi kontrak sponsor dengan pemain dua tahun dengan nominal yang berbeda-beda. Karena itulah, dia era kepengurusan PBSI sekarang, sudah dua kali berlangsung bidding: pada 2013 dan akhir Januari tahun ini.
’’Saat tahun 2013, kali pertama dikenalkan proses bidding dengan sponsor sampai dua hari. Tapi, tahun ini cuma sehari karena semua sudah tahu. Di awal-awal, kita ribet karena masih perkenalan sistem bidding terbuka ini,’’ sebut Yoppy. Proses bidding tahun ini dilakukan akhir Januari lalu.
Berbicara banderol pemain, Yoppy enggan mengatakan. Namun, menurut sumber Jawa Pos di lingkup internal PBSI yang namanya tidak mau ditulis, untuk pemain level elite A seperti duet Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir serta pasangan Hendra Setiawan/M. Ahsan, angkanya bisa lebih dari Rp 1 miliar per orang per tahun. Sementara itu, di level elite B, nominalnya sampai Rp 500 juta.
’’Saya hanya akan menyebutkan batas bawah untuk kontrak individu, yakni Rp 25 juta. Ibaratnya, kalau Rp 25 juta itu, pemain hanya dapat Rp 2 juta per bulan. Itu sudah sangat kecil, apalagi mereka tidak menerima gaji bulanan. Sedangkan kalau batas atas, terserah sponsor menghargai pemain seberapa besar,’’ papar Yoppy.
Secara keseluruhan, pada era sekarang, para pemain memiliki empat sampai lima ’’jalan’’ pendapatan. Pertama, kontrak individu. Kedua, hadiah kejuaraan. Ketiga, bonus dari sponsor. Keempat, bonus dari klub. Kelima, tali asih dari pemerintah.
Sementara itu, Senior Promotion Executive Yonex-Sunrise Indonesia Berry Tamba mengatakan, bidding dan kontrak individu yang diterapkan PBSI sekarang membuat setiap produk berkompetisi secara sehat. Yonex menjadi produk terbanyak yang mensponsori penghuni Cipayung, sampai 22 atlet.
’’Kalau dari pengalaman bidding, bukan hanya masalah harga yang dilihat pemain. Kalau selisih-selisih sedikit, namun ada produk punya brand yang kuat dan memuaskan pemain, mereka cenderung akan memilih produk tersebut,’’ ucap Berry.
Salah satu yang menjadi ’’senjata’’ Yonex adalah fasilitas dan pengalaman mereka di bidang bulu tangkis. Mereka mensponsori pemain Indonesia Rudi Hartono sejak 1973. Jadi, sudah pasti mereka benar-benar tahu cara memanjakan pemain.
Misalnya, fasilitas penyenaran di setiap kejuaraan. Yonex hampir selalu membuka booth pemasangan senar raket gratis bagi atlet yang disponsori.
Meski terlihat sepele, layanan tersebut sangat membantu. Sebab, kondisi senar raket yang prima adalah modal penting bagi setiap pemain. Tanpa bantuan sponsor, setiap kali menyenarkan raket di kejuaraan selevelsuperseries premier All England, pemain mesti merogoh kocek sekitar 20 GBP (Rp 395 ribu). (dra/mid/c19/ttg)