PEDULI: Haryanto Arbi (dua dari kiri) dan Wakil Sekjen PB PBSI Achmad Budiarto saat peluncuran turnamen khusus tunggal di Jakarta Jumat (13/3). (Diar Candra/Jawa Pos)
Minimnya jagoan bulu tangkis di sektor tunggal menjadi alasan bagi Haryanto Arbi untuk memperjuangkan turnamen khusus single. Setelah eranya lewat, belum ada jagoan bulu tangkis dunia asal Indonesia seperti di zaman Rudi Hartono, Liem Swie King, dan Alan Budikusuma.
PARAS Hari, sapaan Haryanto Arbi, menyimak dengan tekun video pertandingan final tunggal putra All England 1994 yang diputar Kamis (12/3) di salah satu kafe di bilangan Kuningan. Pada partai puncak kejuaraan bulu tangkis tertua di dunia itu, Hari sukses mengalahkan rekan sesama pelatnasnya, Ardy B. Wiranata, dengan skor 15-12, 17-14.
''Rasanya baru kemarin juara di All England. Eh, ternyata sudah 21 tahun lalu. Yang jadi bikin miris, setelah saya, tak ada lagi pemain Indonesia yang jadi juara di All England,'' tuturnya.
Sudah cukup lama sebenarnya Hari memendam keresahan dengan kondisi tunggal putra Indonesia. Masa keemasan terakhir tunggal putra dialami Taufik Hidayat dengan meraih emas Olimpiade 2004 Athena.
Dari kegelisahan itulah, muncul ide Hari untuk membuat sebuah ajang pencarian bibit tunggal putra dan putri. Entah bagaimana formatnya, yang ada di kepala pria 43 tahun itu adalah mencari pemain tunggal dengan kualitas jempolan.
Bicara kompetisi dalam negeri, sebenarnya PP PBSI sudah punya kalender yang jelas. Mulai kejuaraan level kota/kabupaten, provinsi, sampai sirkuit nasional (sirnas). Sayang, ajeknya kejuaraan dalam negeri belum mencuatkan satu pun bintang di sektor tunggal.
''Saya juga dikipasi sejumlah pemain yang tak bisa saya sebutkan. Mereka bilang Candra Wijaya saja bisa membuat kejuaraan khusus dobel. Kamu seharusnya bisa dong. Nanti kami bantu,'' ucap juara All England 1993 dan 1994 itu menirukan kata-kata para mantan pemain bulu tangkis yang mendukungnya.
Akhirnya, tiga tahun lalu, Hari mulai berpikir untuk menggelar satu turnamen khusus tunggal. Tak mau hanya menyasar kelompok pemula (KU-15), Hari bertekad menjadikan turnamennya tersebut dimulai di usia dini (KU-11).
Tujuannya, jika ada bibit dengan usia masih belia dan terpantau di turnamen khusus tunggal yang digelar Hari, pemain itu bisa diambil klub mapan untuk dibina. Syukur-syukur pelatnas menaruh minat kepada pemain muda tersebut.
Hari pun mengatakan, keberanian pelatnas memotong pebulu tangkisnanggung secara prestasi adalah satu langkah yang seharusnya dilakukan sejak dulu. Setelah pemain senior Simon Santoso dipertahankan, injeksi pemain muda ke pelatnas seperti Jonatan Christie, Ihsan Maulana Mustofa, Anthony Ginting, dan Firman Abdul Kholik adalah satu kemajuan.
''Tinggal bagaimana pemain muda ini lebih sering dikirim ke luar negeri. Dalam setahun, minimal enam sampai tujuh turnamen level international challenge, grand prix, dan grand prix gold yang diikuti,'' sebut Hari.
Nah, beruntung, setelah tiga tahun memeras ide dan pontang-panting mencari sumber dana, bapak dua anak itu bisa menggelar kejuaraan khusus tunggal tahun ini. Bertajuk Flypower Single Badminton Open, turnamen tersebut akan berlangsung pada 7–12 April di Tennis Indoor Senayan, Jakarta.
''Untuk jumlah uang yang dibutuhkan buat menggelar turnamen ini, sayagak mau cerita. Pokoknya, kalau ditolak sponsor, itu sering terjadi. Saya punya resep gak boleh sakit hati dan patah semangat mencari sponsor,'' tutur Hari.
Dalam turnamen pertama ini, total hadiah yang diperebutkan Rp 226 juta dengan enam kategori usia. Mulai dini (KU-11), anak (KU-13), pemula (KU-15), remaja (KU-17), taruna (KU-19), hingga dewasa (KU-21). Ada juga laga khusus veteran KU-90 atau total usia pasangan berjumlah 90. (*/c17/ano)