Wali Kota Rukmini Buchori (kiri ) dan mantan Wali Kota Buchori saat menonton Livoli 2014 di GOR Mastrip, Probolinggo. (Boy Slamet/Jawa Pos)
JPU Kejari Probolinggo menyebut mantan Wali Kota Buchori kecipratan sebagian dana sisa pembelian parsel dari terdakwa Imam Soewoko selaku mantan kepala dinas pendapatan, pengelolaan keuangan, dan aset (DPPKA). Penyebutan nama Buchori tercantum dalam surat dakwaan yang dibacakan di sidang Pengadilan Tipikor Surabaya
PROBOLINGGO – Jaksa penuntut umum (JPU) Kejari Probolinggo menyebut mantan Wali Kota Buchori kecipratan sebagian dana sisa pembelian parsel dari terdakwa Imam Soewoko selaku mantan kepala dinas pendapatan, pengelolaan keuangan, dan aset (DPPKA). Penyebutan nama Buchori tercantum dalam surat dakwaan yang dibacakan di sidang Pengadilan Tipikor Surabaya pada Jumat (20/3).
Berdasar dakwaan jaksa, sisa pembelian parsel untuk 3.444 pegawai, tenaga magang, guru tidak tetap (GTT), dan pegawai tidak tetap (PTT) di lingkungan dinas pendidikan (dispendik) sebesar Rp 211.663.216 berasal dari dana tambahan penghasilan berdasar prestasi kerja. Dana tambahan penghasilan tersebut mencapai Rp 934.855.000.
Sementara itu, harga parsel per paket yang dibelanjakan kepada saksi Welly Wahyudi mencapai Rp 209.986. Bila angka tersebut dikalikan jumlah pegawai, tenaga magang, dan GTT/PTT di lingkungan dispendik sebanyak 3.444 orang, ditemukan angka Rp 723.191.784. ’’Bahwa sisa pembelian bingkisan parsel dari dana tambahan penghasilan berdasar prestasi kerja dinas pendidikan pada anggaran 2013 dipergunakan terdakwa untuk memenuhi kebutuhan pribadi wali kota Probolinggo saat itu, yaitu H.M. Buchori,’’ kata JPU Vendrio Arthaleza saat membacakan dakwaan bersama jaksa Muhammad Hendra.
Terkait dengan penyebutan tersebut, Budi Santoso selaku penasihat hukum (PH) Buchori mengungkapkan bahwa tidak ada saksi yang menyatakan demikian. ’’Kalau (mengatakan, Red) untuk Pak Buchori, mestinya ada saksi. Tidak ada saksi yang bilang begitu. Ndak tahu kalau Pak Imam (Imam Soewoko, Red). Sebab, saya tidak mendampingi,’’ ucapnya.
Budi yang mendampingi Buchori dalam beberapa kali pemeriksaan di kejari menyebutkan, kliennya tidak mengetahui secara teknis pencairan dana tambahan penghasilan berdasar prestasi kerja pada 2013 yang sedang diusut itu. Hanya, sebelum pencairan dilakukan, Buchori sempat merasa kasihan pada tenaga magang, GTT, dan PTT yang tidak mendapat apa-apa menjelang Lebaran.
Perasaan tersebut disampaikan kepada Imam Soewoko yang menjadi kepala DPPKA saat itu. ’’Apa bisa dicarikan jalan ?,’’ tutur Buchori kala itu sebagaimana disampaikan Budi. Beberapa hari kemudian, saat Buchori dan Imam bertemu, Imam memberi jawaban ’’bisa’’. Teknisnya, tenaga magang, GTT, dan PPT disubsidi dari dana tambahan penghasilan berdasar prestasi kerja yang sudah dialokasikan dalam APBD.
Tetapi, Buchori kembali bertanya. ’’Apa sudah tanya ke BPK (Badan Pemeriksa Keuangan, Red) boleh atau tidak? Kalau boleh tidak apa-apa. Kalau tidak, jangan,’’ ujar Buchori lagi. Berikutnya, Buchori tidak mengetahui teknis pelaksanaannya.
Nah, sebelum kasus dugaan korupsi dana tambahan penghasilan tersebut mencuat ke permukaan, Budi mengaku sempat bertanya kepada Imam Soewoko. Apakah sebelum pencairan dilakukan, dia berkonsultasi ke BPK ? Imam pun memberi jawaban. ’’Untuk apa tanya, wong itu bukan APBD,’’ kata Budi menceritakan perbincangannya dengan Imam. Dengan statusnya sebagai terdakwa saat ini, Budi menilai wajar bila Imam menyebutkan bahwa sebagian dana dipakai untuk kepentingan Buchori. Tujuannya, guna menyelamatkan diri. (qb/aad/JPNN/c20/bh)