Foto Ilustrasi Dok JPNN
JAKARTA – Niat baik pemerintah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) No 5 Tahun 2015 tentang Harga Pembelian Pemerintah (HPP) atas gabah dan beras masih harus disertai komitmen kuat untuk mengawalnya. Ada potensi inflasi yang harus diantisipasi dalam aturan yang memiliki semangat awal menguntungkan para petani itu.
Inpres No 5 Tahun 2015 yang ditandatangani pada 17 Maret secara garis besar menegaskan bahwa HPP gabah dan beras ditetapkan naik 10–15 persen jika dibandingkan dengan Inpres No 3 Tahun 2012. ”Ini kebijakan positif. Tapi, kalau tidak serius, ini justru bisa jadi bumerang. Sebab, ada potensi inflasi yang harus diantisipasi,” ujar anggota Komisi IV DPR Rofi’ Munawar saat dihubungi di Jakarta Senin (23/3).
Menurut Rofi’, dampak kenaikan HPP gabah dan beras itu hampir dapat dipastikan juga akan menaikkan harga beras di pasaran. Secara faktual, hal tersebut tentu akan menambah beban pengeluaran pangan harian. Yang paling merasakannya, tambah dia, tentu adalah kelompok rumah tangga berpendapatan rendah. Termasuk para petani. ”Ini yang perlu kita semua ingatkan. Terutama kalau becermin pada kekurangmampuan pemerintah mengantisipasi kenaikan harga beras sebulan terakhir,” tegasnya
Lalu, apa yang harus disiapkan? Menurut Rofi’, yang pertama harus dipastikan adalah keaktifan Bulog dalam menjemput bola, yakni membeli gabah/beras dari petani. Dengan kata lain, jangan sampai gabah/beras itu justru sampai di tangan tengkulak. Dia menegaskan, hal tersebut penting karena karakter para petani itu pada umumnya ingin segera menerima uang dari hasil panen. ”Bahkan, banyak kasus, gabah belum sampai rumah sudah terjual. Nah, ini kalau Bulog tidak aktif, bisa jadi masalah,” ungkapnya.
Ketika Bulog mampu aktif membeli semua beras dari petani, ketersediaan beras ketika masa tanam atau masa paceklik akan tetap terjaga. ”Sehingga, kalau harga naik di pasaran, Bulog bisa cepat melakukan operasi pasar, tidak seperti kemarin yang cenderung lambat,” kata Rofi’.
Berdasar Inpres No 5 Tahun 2015, telah ditetapkan harga pembelian gabah kering panen (GKP) dalam negeri dengan kadar air maksimal 25 persen dan kadar hampa maksimal 10 persen adalah Rp 3.700 per kilogram (kg) di petani. Jika di penggilangan, harganya menjadi Rp 3.750 per kg.
Kemudian, harga pembelian gabah kering giling (GKG) dengan kualitas kadar air minimum 14 persen dan kotoran maksimum 3 persen adalah Rp 4.600 per kg di penggilingan atau Rp 4.650 per kg di gudang Bulog. Sedangkan harga pembelian beras kualitas kadar air maksimum 14 persen, butir patah maksimum 20 persen, kadar menir maksimum 2 persen, dan derajat sosoh minimum 95 persen adalah Rp 7.300 per kg di gudang Bulog.
Di tempat terpisah, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman meyakinkan bahwa stabilitas harga beras akan tetap terjaga. Itu berkaca pada harga yang sudah mulai bagus meski capaian panen masih mencapai sekitar 30 persen. Yaitu, pada Januari sebanyak 600 ribu hektare dan Februari 1,24 juta hektare. Dia menambahkan, Maret panen akan dilakukan di 2,4 juta hektare. Kemudian, pada April mencapai 2 juta hektare.
Amran melanjutkan, stok di Bulog saat ini sekitar 5 juta ton beras. Jumlah itu termasuk tambahan 1 juta ton lebih hasil panen dari Jawa Barat dan Jawa Timur. ”Jadi, insya Allah masih cukup, masih aman. Dua provinsi saja sudah bisa dikonsumsi untuk dua bulan lebih,” tandasnya. (dyn/c10/kim)