MULAI PENERTIBAN: Petugas Satpol PP menutup paksa Alfamidi di Jalan Kartini. (Guslan Gumilang/Jawa Pos)
SURABAYA – DPRD Surabaya menemukan kejanggalan terkait dengan proses perizinan minimarket. Kejanggalan itu mengarah pada dugaan mafia perizinan yang bergentayangan di kantor-kantor penerbit izin.
Laporan tentang indikasi ketidakberesan itu diterima pimpinan dewan dari beberapa pengelola minimarket di Surabaya. ”Kami konsisten mendukung penertiban minimarket yang tidak berizin. Tapi, keluhan dari para pengelola minimarket juga jangan diabaikan,’’ ucap Wakil Ketua DPRD Surabaya Darmawan Kamis (19/3).
Politikus yang juga pebisnis elpiji itu lantas membeberkan keluhan-keluhan tersebut. Salah satu yang paling disorot adalah ruwetnya proses perizinan minimarket. Hingga saat ini tidak ada satu pun toko modern di Surabaya yang mengantongi IUTM (izin usaha toko modern). Sebagian besar minimarket baru memiliki izin awal seperti izin mendirikan bangunan (IMB) atau izin gangguan alias HO (hinder ordonnantie). Ada juga yang saat ini masuk tahap pembuatan kajian sosial ekonomi (sosek). Namun, mayoritas belum mengantongi izin dasar tersebut. ”Sebenarnya, pengusaha itu inginngurus. Tapi, proses setiap izin sangat lama,” kata. Saking lamanya, rata-rata toko modern nekat beroperasi meski izin-izin dasar itu belum keluar.
Parahnya, muncul laporan bahwa keberanian para pengusaha itu disebabkan adanya janji bahwa minimarket tersebut tidak akan ditutup meski izin belum jadi. Janji-janji itu ditebar oknum pemkot yang menjadi makelar perizinan. ”Hal inilah yang kami curigai menjadi pemicu soal santernya kabar permainan di balik pendirian minimarket. Banyak oknum di balik operasional toko modern tak berizin,” imbuh Aden, sapaan akrab Darmawan.
Dia menjelaskan, di antara sekian banyak perizinan, yang paling dikeluhkan pengelola minimarket adalah kajian sosek. Versi pengusaha, kajian itu dibuat pemohon izin dengan menunjuk tim ahli untuk menyusun syarat tersebut. ”Namun, hampir semua usulan kajian sosek yang diajukan pemohon selalu ditolak pemkot dengan alasan macam-macam,” ungkapnya. Ujung-ujungnya, pemohon izin seperti diarahkan untuk membuat kajian sosek melalui tim yang diusulkan oknum di pemkot. ”Kalau lewat tim itu, pasti jadi. Tapi, biayanya juga besar. Antara Rp 30 juta–Rp 50 juta. Versi pengusaha, itu bagian dari mata rantai mafia perizinan di pemkot,” katanya.
Keluhan-keluhan tersebut kini menjadi materi pembahasan di internal dewan. Meski demikian, pimpinan dewan tetap sepakat bahwa penertiban minimarket bermasalah harus dilanjutkan. ”Ini sudah jadi komitmen bersama. Tapi, keluhan pengusaha harus tetap diakomodasi agar ada kepastian hukum yang jelas,” kata politikus Gerindra itu.
Tengara serupa diungkapkan Wakil Ketua Komisi A Adi Sutarwijono. Dia menyebut, penerbitan izin minimarket memang belum jelas. Akibatnya, banyak pengusaha yang nekat melanjutkan aktivitasnya. ”Ini juga yang patut menjadi evaluasi bersama,” katanya.
Politikus asal PDIP itu juga membeberkan fakta lain. Ternyata, temuan bahwa 100 persen minimarket di Surabaya tidak mengantongi izin usaha toko modern (IUTM) sesuai dengan Perda 8/2011 tentang Toko Swalayan bukan tanpa alasan. ”Jadi, sejauh ini tidak ada peraturan wali kota (perwali) yang mengatur soal IUTM,” ujarnya.
Karena perwali itu tidak ada, pemkot belum bisa menerbitkan IUTM bagi pengelola minimarket. ”Ini juga aneh. Kenapa ketika perwali belum ada, pendirian toko modern dibiarkan?” katanya.
Karena itu, meski mendukung penertiban minimarket, pihaknya mengkritisi simpang siur penerbitan izin usaha tersebut di pemkot. ”Sebenarnya, masalah ini selesai ketika pemkot sudah memiliki aturan pasti soal ini,” imbuhnya.
Aksi represif terhadap minimarket kembali dilakukan satpol PP. Kamis (19/3) mereka menyegel minimarket Alfamidi di Jalan Kartini. Alasannya, toko modern tersebut tidak mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB) dari dinas cipta karya dan tata ruang (DCKTR).
Dasar yang digunakan satpol PP sedikit berbeda dengan rencana penyegelan minimarket yang tidak memiliki izin gangguan atau hinder ordonnantie (HO). Sebab, di antara ratusan minimarket yang terancam disegel, ada yang sudah mengantongi IMB.
Penyegelan yang dimulai sekitar pukul 14.00 itu terbilang mendadak. Karyawan toko yang sedang berjaga tidak menyangka kedatangan petugas. Bahkan, mereka menyambut petugas seperti pelanggan toko biasa. ’’Selamat datang, silakan berbelanja,’’ ucap salah seorang karyawan Alfamidi. Namun, sapaan ramah itu dijawab dengan kalimat yang mengagetkan karyawan Alfamidi. ”Kami datang untuk menghentikan aktivitas minimarket ini. Sebab, minimarket ini belum memiliki IMB,” kata Kepala Bidang Pemeriksaan dan Pengusutan Satpol PP Surabaya Iskandar Zakaria kepada karyawan toko.
Jawaban itu membuat karyawan toko sibuk menghubungi atasannya untuk meminta pendapat. Sempat terlihat ada komunikasi lewat ponsel antara Iskandar dan bos minimarket tersebut. Tapi, penyegelan tetap saja dilanjutkan.
Petugas terlihat membantu mengeluarkan buah-buahan dan sayuran yang dipajang di dalam toko tersebut. Begitu pula dagangan lain yang mudah rusak kalau tidak didinginkan. Misalnya, es krim dan aneka olahan daging seperti sosis dan bakso. Dibutuhkan waktu hingga setengah jam untuk mengeluarkan seluruh barang tersebut.
Petugas satpol PP juga menunggu karyawan toko mengemasi barang-barang miliknya. Di antara 12 karyawan, delapan orang adalah karyawan pria yang tinggal di kamar belakang toko tersebut. Petugas juga menunggu karyawan menghitung uang kas di dalam laci.
Siska Dwi, 19, karyawati Alfamidi, menuturkan, toko tersebut baru beroperasi Januari. Dia sebelumnya bertugas di minimarket lain sebelum dipindah ke toko itu. ”Saya terikat kontrak setahun. Mungkin setelah ini akan ada penempatan di lokasi lain,” kata gadis asal Dukuh Kupang itu.
Kepala Satpol PP Surabaya Irvan Widyanto menuturkan, penutupan Alfamidi di Jalan Kartini itu sudah sesuai dengan prosedur. Satpol PP mendapat surat bantuan penertiban (bantib) dari DCKTR pada 18 Februari lalu. ”Memang baru dilakukan sekarang karena bantib ada banyak. Kami juga punya jangka waktu 60 hari untuk melaksanakan bantib itu,” kata Irvan yang meminpin langsung penyegelan itu (kronologis selengkapnya lihat grafis).
Dia mengungkapkan, penyegelan itu sekaligus untuk mengingatkan pengusaha lain yang ingin membuka minimarket. Izin harus lengkap dahulu sebelum menjalankan operasional. ”Kalau masih mokong seperti ini, ya terpaksa kami segel,” tegas pria kelahiran Surabaya itu.
Minimarket tersebut sebenarnya juga termasuk dalam pendataan 404 toko modern yang bakal disegel. Tapi, lantaran sudah ada dua kali pemanggilan dan tiga kali peringatan dari DCKTR, satpol PP menindaknya lebih dahulu.
Sementara itu, Regional Manager Corporate Comunication PT Sumber Alfaria Trijaya (Alfamart dan Alfamidi) M. Faruq Asrori sudah mendengar kabar soal penyegelan Alfamidi itu. Dia menyebutkan bahwa penyegelan tersebut sebenarnya bukan solusi. Akan lebih baik kalau ada kelonggaran waktu dalam melengkapi perizinan. ”Kami perlu win-win solution. Kalau penyegelan, itu bukan jalan keluar yang terbaik,” ungkapnya.
Dia menyebutkan sedang serius mengurusi perizinan minimarket di bawah PT Sumber Alfaria Trijaya. Tapi, perizinan itu tentu membutuhkan waktu. Apalagi ada aturan baru perubahan nama dari toko biasa menjadi toko modern. ”Apalagi aturanya itu juga baru. Sedangkan toko kami ratusan,” tambahnya. (jun/ris/c6/oni)