Foto Ilustrasi.
JAKARTA – Rencana Menkum HAM Yasonna Laoly memberikan remisi untuk terpidana kasus korupsi masih menjadi perbincangan hangat. KPK sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi berharap Menkum HAM tidak terburu-buru merealisasikan wacana revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 99 Tahun 2012 itu.
Plt Wakil Ketua KPK Johan Budi SP mengatakan, korupsi merupakanextraordinary crime (tindak kejahatan luar biasa). "Sehingga harus diperketat (hukumnya)," kata Johan saat dihubungi, Rabu (18/3).
Dia mengatakan, hukuman bagi terpidana korupsi tidak bisa disamakan dengan pelaku kasus kriminal lainnya. "Jangan disamakan dengan maling ayam," tegas mantan deputi pencegahan KPK itu.
Pemberian remisi memang merupakan kewenangan Kemenkum HAM. Namun, menurut Johan, pada PP itu juga disebut keikutsertaan KPK dalam pemberian rekomendasi terkait dengan pembatasan remisi. "Apakah orang itu justice collabolator (JC) atau pelaku utama. Tidak hanya KPK, kejaksaan dan polisi juga ikut memberikan rekomendasi pembebasan bersyarat," terangnya.
Di sisi lain, Komnas HAM juga angkat bicara dengan rencana pemberian remisi itu. Wakil Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila mengatakan, remisi bisa dilakukan bila ada konsensus nasional yang berbentuk undang-undang dan bukan peraturan pemerintah (PP). "Khawatir bila hanya PP, akan disalahgunakan sebagai kewenangan sepihak," katanya saat diskusi di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/3).
"Jadi, remisi harus diatur dan dilakukan revisi UU Pemasyarakatan," tegas Siti.
Menurut dia, koruptor harus dimiskinkan selain menjalani hukuman pidana penjara. "Berikan hukuman seberat-beratnya dan harus bersedia untuk membongkar kejahatan yang dilakukannya," jelas Siti.
Namun, Siti tidak setuju dengan usulan hukuman mati bagi terpidana kasus korupsi seperti yang dilontarkan mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua. Sebab, hal itu berkaitan dengan hak hidup sebagi hak yang tak bisa dikurangi. Selain itu, negara tidak pernah diberi mandat oleh Tuhan untuk mencabut nyawa seseorang. (Putri Annisa/Rehdian Khartika/fal)