BAHAS REGULASI: Dari kiri, Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay, Arief Budiman, Juri Ardiantoro melaksanakan uji publik rancangan peraturan KPU tentang Pilkada 20915 di Jakarta Rabu (18/3). (Imam Husein/Jawa Pos)
JAKARTA – Sistem rekapitulasi suara secara paralel diperkenalkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam uji publik peraturan KPU di Jakarta Rabu (18/3). Sistem itu digunakan untuk menyiasati waktu rekapitulasi yang panjang setelah penghapusan kewenangan panitia pemungutan suara (PPS).Rekapitulasi pararel akan dilakukan di tingkat panitia pemilihan kecamatan (PPK).
Kemarin KPU melakukan uji publik terhadap empat draf peraturan KPU (PKPU). Yakin, PKPU tentang pemungutan dan perhitungan suara, rekapitulasi suara, sosialisasi dan partisipasi masyarakat, serta PKPU tentang logistik. Setelah uji publik, seluruh draf PKPU diplenokan kembali untuk mempertimbangkan masukan sebelum masa konsultasi dengan DPR.
Dalam rancangan PKPU, rekapitulasi pararel dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok perekap suara. KPU membatasi maksimal empat kelompok untuk merekap suara. ’’Masing-masing kelompok dipimpin satu anggota PPK,’’ terang komisioner KPU Ida Budhiati Rabu (18/3).
Untuk mengantisipasi sistem pararel itu, pihaknya mempersilakan pasangan calon menghadirkan empat saksi pula untuk mengawasi rekapitulasi suara. Meski secara pararel, rekapitulasi tetap dilakukan secara terbuka dalam satu ruangan.
Terkait dengan saksi, baik di TPS maupun PPK, salah seorang politikus PPP yang hadir dalam uji publik Sofwan Hadi mempertanyakan keputusan KPU yang hanya mempersilakan para calon menghadirkan saksi. ’’Mengapa tidak diwajibkan saja,’’ ucapnya.
Menanggapi hal itu, Ida menjelaskan bahwa tidak semua calon mampu membiayai saksi pilkada. ’’Jumlah TPS cukup banyak. Kemungkinan ada calon yang tidak bisa menyediakan saksi untuk seluruh TPS,’’ ucapnya.
Lagi pula, Bawaslu akan menghadirkan satu pengawas di setiap TPS. Pengawas tersebut sebagai ganti kehadiran negara dalam pemungutan, perhitungan, dan rekapitulasi suara. ’’Saat rekapitulasi di PPK nanti bisa saja pengawas di TPS dihadirkan untuk meyakinkan tidak ada perubahan suara,’’ lanjutnya.
Di luar soal perhitungan pararel, praktis hampir tidak ada aturan teknis yang benar-benar baru. KPU sudah merancang format dan ukuran kertas suara, mulai untuk dua calon hingga 15 calon. Asumsinya, parpol bisa mengajukan maksimal lima calon dan perseorangan maksimal sepuluh calon. ’’Tetapi, pengalaman selama ini paling banyak sembilan,’’ ujar komisioner KPU Arief Budiman.
Untuk pengadaan kotak dan bilik suara, mantan komisioner KPU Jatim itu menyatakan tidak akan dilakukan 100 persen. Sebab, masih ada kotak dan bilik suara sisa Pemilu 2014 yang bisa digunakan. ’’Persentase yang masih bisa dipakai sekitar 40–60 persen,’’ tuturnya.
Begitu pula halnya dengan tata cara memberikan suara. KPU tetap mengusulkan pemberian suara dilakukan dengan cara mencoblos satu kali di dalam kotak foto dan nama pasangan calon. ’’Untuk pemberian suara secara elektronik, tahun ini belum memungkinkan. Tetapi, itu tetap kami masukkan di aturan,’’ terang komisioner KPU Hadar Nafis Gumay.
Rencananya, Senin mendatang KPU menemui Mahkamah Agung (MA) untuk berkonsultasi mengenai klausul-klausul hukum yang ada di PKPU. Termasuk soal penyelesaian sengketa pencalonan yang diatur bisa melalui pengadilan tinggi tata usaha negara (PTTUN) hingga kasasi ke MA.(byu/c4/fat)