Keluarga Minta Biro Travel Bertanggung Jawab
WNI Hilang Kontak di Turki
10/03/15, 06:10 WIB
Foto Ilustrasi AFP
JAKARTA – PT Smailing Tour, agen perjalanan yang mengantarkan 16 warga negara Indonesia (WNI) yang menghilang di Turki, tidak pernah curiga bahwa kliennya itu sengaja memisahkan diri. Saat pamit, 16 WNI tersebut menyatakan hanya ingin mengunjungi keluarga di sekitar Istanbul.
Chief Operating Officer (COO) PT Smailing Tour Davi Batubara mengatakan, pihaknya tak punya prasangka buruk karena mereka mendaftar dengan prosedur pada umumnya. Rombongan tersebut melakukan registrasi secaraonline.
”Jadi, mereka e-mail ke perusahaan untuk meminta penawaran. Kami balas permintaan itu dengan proposal yang berisi itinerary (jadwal) dan harga,” katanya di Jakarta Senin (9/3). Setelah harga cocok, mereka mengirimkan fotokopi paspor dan sejumlah syarat standar lain.
Saat mereka meminta berpisah, menurut Davi, pemandu pun sudah berusaha merayu agar tetap mengikuti paket tur. Apalagi, perusahaan hanya punya seorang pemandu wisata. Namun, mereka tetap kukuh dengan alasan bahwa keluarganya memang berada di sekitar Istanbul saja.
Menurut Davi, mereka lantas menandatangani surat pernyataan dengan diwakili salah satu orang. Mereka berjanji bertemu di Pamukkale pada 26 Februari. ”Guide melihat kondisi mereka memang sekeluarga dengan balita. Jadi, masih percaya bahwa memang mau mengunjungi keluarga,” terangnya.
Namun, lanjut dia, sejak komunikasi terakhir 26 Februari, saat keluarga mengatakan akan bertemu ketika kepulangan di bandara, rombongan tersebut semakin sulit dihubungi. Saat hendak pulang pun, telepon dari pemandu tak diangkat hingga nomor mereka tidak aktif lagi.
Sementara itu, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri (PWNI-BHI Kemenlu) Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, dokumen yang diparaf sebelum rombongan tersebut menghilang bukanlah surat pernyataan. Itu hanya paraf di buku program yang menjadi bukti bahwa peserta tak akan menuntut pengembalian uang.
”Di sana, memang ada tulisan bahwa mereka kembali pada 26 Februari. Tapi, sebenarnya sampai saat ini peserta itu masih tanggung jawab mereka (Smailing Tour, Red). Yang menjadi masalah, tak ada pihak keluarga yang mengadukan kehilangan atau protes ke pihak perusahaan,” jelasnya.
Dari Solo, keluarga WNI yang hilang kontak di Turki sejak pekan lalu itu menyayangkan sikap agen perjalanan yang hingga Senin (9/3) dinilai tidak proaktif dalam memberikan informasi tentang hilangnya kerabat mereka. Keluarga hanya mengetahui peristiwa tersebut dari media.
”Kami mohon maaf, baru kali ini memberikan klarifikasi terkait hilangnya anggota keluarga kami. Kami baru tahu anggota keluarga kami hilang dari media,” ungkap Muhamad Arif, wakil keluarga WNI yang hilang, dalam jumpa pers di Sekretariat Badan Konsultasi Bantuan Hukum (BKBH) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) kemarin.
Arif membantah hilangnya enam kerabatnya berkaitan dengan gerakan radikal Negara Islam Iraq dan Syria (ISIS). Sebab, tujuan kepergian warga Solo tersebut ke Turki adalah berwisata dan berbisnis.
”Saya yakin, adik saya tidak terlibat (gerakan radikal),” tegas dia.
Arif adalah anak pertama Umar Salim. Sedangkan Fauzi Umar Salim, 37, adalah anak kedua, dan Hafid Umar Babher, 31, anak keempat. Hafid pergi ke Turki bersama istrinya, Soraiyah Cholid, 28. Mereka membawa serta ketiga buah hati; Hamzah Hafid, 6; Utsman Hafid, 4; dan Atikah Hafid, 2,5.
”Saya kontak terakhir dengan Fauzi Jumat (27/2) sekitar jam empat sore. Hanya basa-basi, jangan lupa oleh-olehnya. Saya bilang, nanti saja telepon lagi karena (saya) masih di jalan. Tapi, setelah saya tunggu-tunggu, nggakmenelepon lagi. Saya telepon balik, sulit tersambung,” bebernya.
Sebelum berangkat ke Turki, lanjut Arif, selama setahun terakhir Fauzi berjualan akik. Sedangkan Hafid kerap mendapat order gorden dari mitra bisnisnya. Selain itu, ada kerabat di Timur Tengah yang memberikan tawaran bisnis herbal dan minyak zaitun.
Apakah Arif mengenal dua warga Solo lainnya, yakni, Utsman Mustofa Mahdamy dan Sakinah Syawie M. Tafsir yang juga hilang kontak di Turki? Dia membenarkannya. ”Utsman Mahdamy dan Sakinah itu kerabat jauh. Mereka berangkat (ke Turki) dari Surabaya,” jelas Arif.
Pihak keluarga sangat menyayangkan kinerja agen perjalanan (travel) yang memberangkatkan delapan warga Solo tersebut ke Turki. Sebab, hingga kemarin, tidak ada pemberitahuan dari agen perjalanan kepada keluarga soal nasib adik dan kerabat Arif lainnya. Arif dan keluarga besarnya berharap pemerintah secepatnya membantu pencarian anggota keluarganya.
Di Surabaya, keluarga Salim Muhamad Attamimi, salah seorang WNI yang menghilang di Turki, tidak percaya bahwa bujang 28 tahun itu ikut dengan gerakan radikal seperti ISIS. Sebab, sehari-hari anak ragil di antara tiga bersaudara tersebut bukan orang yang berperilaku ekstrem atau fanatik.
Saidah Attamimi, kakak Salim, mengungkapkan, tidak ada perubahan sikap dari adiknya sepekan sebelum kepergian. Yang dia ingat, Salim hanya pamit ingin pergi. Salim memang sudah biasa pergi dalam waktu lama untuk naik gunung. ”Biasanya pergi sampai tiga atau empat hari. Hobinya memang naik gunung dan memotret,” kata Saidah saat ditemui di rumahnya, Jalan Kalimas Hilir III, Surabaya, kemarin.
Pada hari ketiga setelah Salim meninggalkan rumah, Saidah sempat menghubungi nomor telepon seluler (ponsel) adiknya. Namun, tidak ada respons. Saat itu dia hanya berpikir bahwa adiknya sedang berada di gunung yang sering sulit sinyal.
Dia menyebutkan, adiknya yang berperawakan kurus kecil itu memang pernah pergi ke luar negeri. Dua tahun lalu Salim pernah umrah. ”Berangkatnya rombongan. Ada saudara sepupu yang ikut juga,” tutur dia.
Keluarga baru benar-benar yakin bahwa Salim turut dalam rombongan di Turki saat ada petugas dari Kemenlu yang datang ke rumah mereka di Ampel Kejeron. Saat itu Saidah hanya bisa membesarkan hatinya dan mencoba tabah. ”Apalagi umi sudah berumur. Saya takut kenapa-napa,” tambahnya.
Meskipun begitu, dia tetap tidak yakin bahwa Salim ingin ikut dalam ISIS. Dia yakin bahwa adiknya itu muslim yang tidak ekstrem. Berdebat di rumah soal agama juga tidak pernah. ”Hanya kalau saya keluar di gang rumah tidak pakai jilbab, ditegur,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Mabes Polri Kombespol Rikwanto menuturkan, penyelidikan terhadap hilangnya 16 WNI itu mengarah ke dugaan bergabung dengan ISIS. Namun, masih sedikit bukti yang disusun. ”Belum pasti. Siapa tahu ada tindakan pidana,” ujarnya.
Salah satu indikator yang menguatkan dugaan bergabung dengan ISIS adalah jarak Turki dengan Syria yang begitu dekat. ”Saat ini hanya jarak Turki dan (daerah kekuasaan) ISIS yang dekat. Itu yang menimbulkan salah satu dugaan bergabung ISIS,” jelasnya.
Dia mengatakan, tentu ancaman ISIS itu tidak bisa hanya diselesaikan oleh Polri. Berbagai lembaga seperti Kemenlu, TNI, dan semua pihak bisa bersama-sama mengantisipasi dan mencegah kejadian serupa. ”Koordinasi pemerintah harus lebih baik lagi,” kata dia.
Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin meminta seluruh agen perjalanan lebih berhati-hati dan teliti ketika membawa rombongan umrah plus kunjungan ke Turki. Saat ini banyak paket perjalanan umrah yang memberikan trip tambahan ke negeri itu. Dari kejadian tersebut, perjalanan WNI langsung ke Turki akan diawasi karena berpotensi menjadi jalan untuk bergabung dengan ISIS di Syria.
Lukman menjelaskan, berdasar aturan, memang biro perjalanan umrah harus dengan saksama mengawasi jamaahnya. ”Tidak boleh ada yang lepas. Harus dikawal terus selama di luar negeri,” terang menteri sekaligus politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tersebut.
Sebelumnya, dugaan bergabungnya 16 WNI dengan ISIS disampaikan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman saat ditemui di Istana Negara akhir pekan lalu. Menurut dia, modus seperti itu juga dilakukan dalam kasus-kasus WNI yang ingin menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi. Caranya, mereka kabur dari rombongan saat umrah. ”Makanya, kami sedang dalami motif mereka (16 WNI, Red) dan mengumpulkan informasi-informasi dari keluarga mereka di sini,” papar dia.
Di sisi lain, kepolisian mengusulkan pencabutan paspor mereka. Tapi, tentu paspor tersebut tidak asal dicabut. Paspor 16 orang itu baru dicabut kalau mereka benar-benar terindikasi bergabung dengan ISIS.
Opsi tersebut mencuat setelah pertemuan Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Anas Yusuf dengan perwakilan imigrasi kemarin. ”Saya memang telah berkoordinasi dengan perwakilan imigrasi pusat. Dari situ, ada kemungkinan paspor dicabut bila mereka bergabung dengan ISIS,” kata Anas.
Begitu paspor dicabut, pihak imigrasi akan menerbitkan surat perjalanan laksana paspor (SPLP). Opsi tersebut muncul sebagai salah satu upaya untuk mempermudah pencarian 16 WNI itu. Sebab, ketika paspor dicabut, keberadaan mereka menjadi ilegal. Dengan begitu, kalau masih berada di Turki, mereka tentu tidak bisa berpindah ke negara lain.
Kalaupun telah menyeberang ke negara lain, mereka tentu tidak bisa berpindah ke tempat lain lagi tanpa paspor. Harapannya, dengan cara itu, mereka bisa ditemukan. ”Kalau mereka nanti ketemu, tentu akan diterbitkan kembali paspornya. Itu wacana yang telah kami komunikasikan dan kini sedang dibahas oleh teman-teman di imigrasi,” terang Anas. (bil/idr/wan/owi/jun/fim/kwl/wa/JPNN/c11/sof)
0 komentar:
Posting Komentar