MENCOLOK: Batik Betawi memiliki ciri khas warna ngejreng. (Haritsah Almudatsir/Jawa Pos)
JAKPUS – Batik di setiap daerah di Nusantara memiliki ciri khas dan keunikan yang menjadi kebanggaan masing-masing. Batik Betawi, misalnya. Warnanya ngejreng daripada yang lain. Sampai-sampai, muncul ledekan orang yang mengenakannya bak ondel-ondel.
Namun, satu dekade terakhir, batik Betawi mengalami perkembangan. Motifnya tidak hanya didominasi ornamen seni tempo dulu, melainkan potret perubahan terkini di Jakarta. ’’Tapi, tetap tidak meninggalkan ciri khas batik Betawi,’’ kata Raden Emma Damayanti, 40, salah seorang perajin batik terkenal DKI.
Emma yang juga pemilik galeri batik Betawi bernama Rumah Betawi menjelaskan, motif ondel-ondel dan Monas sudah banyak ditinggalkan. Motif yang paling baru atau favorit pada tahun ini adalah penari topeng blantek dan penari topeng cokek. Keduanya selalu laris manis setiap ada pameran.
Di luar negeri, batik Betawi tidak kalah digemari, selain batik Solo dan Jogja. ’’Mungkin tidak ada yang menyangka bahwa Jakarta juga punya batik sendiri,’’ ujar Emma yang menggeluti bisnis batik Betawi sejak 11 tahun lalu.
Cerita Emma saat mengikuti pameran batik selama lima hari di Tiongkok tahun lalu, contohnya. Datang dengan membawa dua koper penuh kain batik, dia pulang dengan meraup keuntungan Rp 100 juta. ’’Jadi, pulang pameran hanya bawa koper berisi duit,’’ jelas ibu tiga anak itu sambil tertawa.
Emma menyatakan concern dengan bisnis batik Betawi karena ingin melestarikan budaya warisan nenek moyang. Kini, dari bisnisnya itu, dia memiliki empat gerai di ibu kota dengan omzet Rp 100 juta hingga Rp 150 juta per bulan.
Sementara itu, harga batik Betawi di pasaran pun beragam karena disesuaikan dengan motif dan bahan tekstilnya. Misalnya, primisima dan sutra super. ’’Yang paling murah bisa Rp 100 ribu sampai Rp 3 juta-an,’’ kata Nur Yaum, pengusaha batik Betawi di Gandaria, Jakarta Selatan.(rya/bad/dns/c19/any)